"Sekedar umpatan dan teriakkanku yang semuanya tersimpan dalam barisan kata"

Selasa, 26 April 2016

Naskah Teater Monolog



MONOLOG : R E P U B L I K  T I K U S
Oleh : Achmad Saptono[1]
PROLOG : Selamat datang di REPUBLIK TIKUS untuk seluruh warga dari republik mana-pun yang pada kesempatan hari ini hadir di sini. Di republik ini tentu saja tidak dihuni oleh manusia normal pada umumnya.

AKTOR ADALAH LAKI-LAKI 56 TAHUN DENGAN SARUNG MELINGKAR DI PUNDAK DAN BADANNYA.

SCENE PERTAMA : AKTOR DUDUK DI KURSI TERAS RUMAH, IA TAMPAK SEDANG MENASEHATI ANAKNYA LEWAT TELEPON.

Halloo… Sudahlah… Dunia sedang kacau, anakku. Jambret sekarang sudah masuk desa, rampok masuk ruang guru, maling masuk tempat-tempat ibadah. Hati-hatilah, sayang. Sebab, parahnya lagi, ada loh pencuri yang setiap waktu sering mencuri namun tetap dibiarkan begitu saja sama aparat penegak hukum. Mereka, Pencuri kebudayaan. Pencuri kedaulatan, pencuri persatuan. Pencuri kesetiaan, pencuri kasih sayang. Dan, adalah saya pencuri hati wanita. Hallo anakku… Hallo… (TELEPON TERPUTUS). Hehehee… (SAMBIL BERJALAN KE ARAH PENONTON). Coba lihatlah lebih dekat di sekitar anda, eeh penonton tidak usah saling menengok ! Iya, di sekitar kita. Nah, orang-orang itu, yang tersenyum simpul, tersenyum kecut bahkan ada yang getir, mereka itu pencuri. (KELUAR KE SAMPING PANGGUNG, MENGENAKAN SARUNG LAYAKNYA NINJA, KEMUDIAN MENGAGETKAN PENONTON)
SCENE KEDUA : MUNCUL DARI SAMPING PANGGUNG MELOMPATI GOT YANG MAMPET PENUH SAMPAH DAN BAU COMBERAN
Wuaaa… Hahahaa… Tapi jangan pernah kalian tanyakan langsung ke mereka, apakah mereka klan pencuri atau bukan. Karna saking banyaknya klan pencuri, sampai-sampai mereka tidak ingat dirinya itu termasuk dalam klan pencuri yang mana. Barangkali karna keseringan mereka beroperasi, hingga mereka pun lupa bahwa saat ini pun sebenarnya ia sedang melancarkan modus pencurian. (BERJALAN MENUJU GOT, MENEMUKAN LUKISAN BERGAMBAR MANUSIA BERKEPALA TIKUS)
Kalau dianalisis lebih mendalam, dengan menggunakan teori manapun… memang tak jauh berbeda antara manusia dan tikus.
Tapi kalau bicara soal perbedaan tikus, ada sedikit perbedaan antara tikus got, dengan tikus parlemen. Biar kujelaskan ! Tikus got ilmunya masih cetek, karna saking sibuknya ia mencari tempat tinggal, sampai-sampai ia tidak sempat melanjutkan pendidikan ke sekolah yang lebih tinggi. Sebenarnya, tikus got bisa dikategorikan tikus yang tidak begitu berbahaya. Justru yang teramat berbahaya adalah tikus yang ada di sekitar kehidupan anda, tikus yang ada di parlemen, tikus yang ada di media, di sekolah, di universitas dan sebagainya. Coba perhatikan lebih intensif gerak-gerik tikus berpendidikan itu. (TIBA-TIBA SEEKOR TIKUS LEWAT DI DEPAN AKTOR, MELEWATI TIKUS BETINA YANG TENGAH MENCARI MAKAN)
Tuh kan… Tikus yang tidak berpendidikan biasanya justru lebih paham akan norma sosial, maka dia tidak akan mencuri di rumahnya sendiri. Dia juga tidak akan sengaja menginjak atau menunggangi anggota keluarganya. Tuh lihat saja sendiri !!. Sedangkan tikus yang berpendidikan, karna saking pintarnya dia, sehingga dia punya segudang cara untuk melakukan hal-hal yang tidak tikusiawi tanpa sepengetahuan tikus-tikus yang lainnya. Sering dengar berita tentang anggota DPR main gila dengan selingkuhan? Nah, itu salahsatu dari sekian banyak buktinya. Hheehee (SEISI PANGGUNG TERDENGAR SUARA ORANG-ORANG BERTERIAK BERDEMONSTRASI MENURUNKAN ANGGOTA DPR YANG KEDAPATAN TENGAH MAIN GILA).
Jangan dulu berasumsi, berspekulasi atau apalah itu. Ini masih pertunjukan tentang tikus. Bukan tentang politik dan segenap tai kucing dalam karung yang sering dibeli oleh rakyat di musim pemilu. Bukan juga pertunjukkan sulap yang mampu menghilangkan tumpukan kotak berisi kasus korupsi pejabat. (MEMPERAGAKAN GERAKAN PESULAP, MENGHILANGKAN KOTAK ARSIP KASUS KORUPSI).
(MENYULAP DIRI SENDIRI, MENGHILANG DAN MUNCUL DI TENGAH PASAR)

SCENE KETIGA : AKTOR BERJALAN DI TENGAH PASAR
Selanjutnya tikus yang menarik untuk kita amati yaitu tikus pasar. Tikus pasar dari segi fisik tampak seram. Berbadan gempal, kulitnya terdapat beraneka macam bekas luka, bertato dan berkepala botak. Tikus ini lebih berani sradak-sruduk, meski di tempat ramai sekalipun. Tapi tetap, bicara soal tikus, jangan coba sekali-kali dibandingkan dengan tikus Amerika. Karna dilihat dari sudut pandang tikus jenis apapun, tikus Amerika tetap tikus yang paling berbahaya sradak-sruduknya. (MENIRUKAN GAYA PIDATO OBAMA. TIBA-TIBA TERDENGAR SUARA KAWANAN APARAT KEAMANAN MENYERGAP, MENGHENTIKAN PIDATO)
(AKTOR LARI TERGESAH-GESAH, MENGHINDARI KEJARAN APARAT)
Sebentar… Sebelum saya lanjutkan pertunjukan ini, saya tarik nafas dulu! Hhuufft…
(DI PERKAMPUNGAN PADAT PENDUDUK, IBU-IBU TENGAH BERJEJER MENCARI KUTU)
SCENE KE EMPAT (DI KERUMUNAN WARGA)
Ooh… Semoga bukan hanya tikus yang menyimak cerita tentang tikus ini, tapi kutu yang ada di celah bulu-bulu tikus-pun ikut menyimak. Sebenarnya saya juga sama seperti anda, memelihara tikus juga. Tikus kepunyaan saya, sengaja saya pelihara di apartemen yang mewah, steril, higienis serta jauh dari kerumunan tikus-tikus got.
Ibu-ibu mau tau? Dulu, sewaktu saya membangun apartemen untuk tikus, saya menghabiskan uang sampai triliunan rupiah. Perlu ibu-ibu tau juga, untuk membeli pengharum ruangan, serta kalender yang saya pasang di tembok apartemen itu saja waktu itu saya sampai menghabiskan uang milyaran rupiah. Belum lagi saat merenovasi toilet tikus saya, terus beli kursi baru juga dari Jerman. Sudahlah! Karena memang saya seringkali tidak perhitungan, apalagi itu untuk keperluan tikus kesayangan saya.
Maklum, tikus saya ini semacam tikus priyayi. Jadi harus saya turuti segala keinginannya. Agar tikus peliharaan saya tidak stress, biasanya saya mengajaknya liburan ke beberapa pulau, kadang-kadang juga saya ajak liburan ke Negara tetangga. Nah, salah satu kecerdasan dari tikus saya ya tentang cara agar bisa liburan tadi. Kalau tikus kepengin liburan ke pulau, biasanya dia beralasan ada meeting­-lah, ada kunjungan kerja-lah dan seterusnya. Cerdas kan, ibu-ibu??? Singkat kata, tikus peliharaan saya ini terbilang tikus beruntung karena punya majikan - baik hati, tidak sombong dan rajin menabung - seperti saya. (TIBA-TIBA ANAKNYA KEMBALI MENELPON MINTA DITRANSFER UANG, KARENA UANG JATAH BULANANNYA HABIS)
Apa? sudah habis lagi? Buat ke puncak? Dugem? Heh anak kurang ajar ! Anak setan !! (LANGSUNG MENUTUP TELPON DARI ANAKNYA)
Sudah kuduga, Jakarta tetaplah Jakarta. Tikusnya cukup nekat. Terlebih lagi tikus yang ada di senayan sana. Semog saja anakku tidak tertular penyakitnya tikus-tikus senayan. Cuma ada satu nilai positif dari tikus-tikus kota Jakarta, yakni konsistensinya. Mereka selalu konsisten dengan ketidakkonsistenannya. Hari ini janji mau mensejahterakan rakyat, besok mereka sudah lupa dengan janji itu. Betapa konsistennya kan mereka? Nah, untuk tikus jenis ini, saya biasa menyebutnya dengan nama Rati. Karena mereka punya kebiasaan RAPAT sambil TIDUR. (TIBA-TIBA TELEPON KEMBALI BERDERING). Heh anak kurang ajar, mau apa lagi kau?! (TERDENGAR SUARA ANAKNYA : Ayah, lulus kuliah nanti aku mau mencalonkan diri menjadi anggota dewan di DPR RT). DPR RT ? (Iya, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Tikus. Kenapa ayah?). Astaga, kenapa menjadi anggota dewan seolah menjadi cita-cita ideal sebagian masyarakat kita?! Anakku, anggota dewan itu pengabdian… bukan mata pencaharian ! Sudahlah, ayah capek. Ayah mau pulang, istirahat. (KELUAR PANGGUNG)
SCENE KE LIMA (DI RUMAH, RUANG TAMU)
Ah, ingin rasanya aku punya forum untuk ceramah atau sekedar forum keluh kesah tentang Ratih Si Tikus asal Jakarta. Sebab kuatnya gigi, kaki serta stamina Ratih seringkali membuat kedua mataku terbelalak tercengang. Ratih doyan menggigit bangunan gedung wisma atlit, menggigit kursi-kursi sekolahan, menggerogoti kantor kementerian agama, bahkan lembar halaman kitab suci-pun mereka gigit, mereka gerogoti, kemudian melahapnya dengan cara sembunyi-sembunyi. Luar biasa !
Gusti, tiba-tiba aku teringat istriku. Sedang apa ya dia di surga sana? Mungkinkah dia sekarang sedang berkumpul dengan tikus-tikus dari senayan, atau jangan-jangan istriku sedang ngerumpi dengan tikus-tikus pelaku pengeboman di Paris, tikus-tikus pembunuh di Palestine, di Ghaza atau para Bandar Narkoba yang dihukum beberapa waktu lalu di nusa kambangan. Ah tidak, aku yakin mereka tidak bersama istriku. Mereka pasti sedang kepanasan di neraka sana. Duh, istriku… FADE OUT
~ SELESAI ~


[1] Selain bersahabat dengan Tikus, Penulis juga bersahabat dengan kopi dan malam.

Share:

Sabtu, 27 September 2014

Teater, Terasing hingga Kering


Teater, Terasing hingga Kering
Oleh : Tino Achmad Saptono[1]

Seni Teater di Cirebon dalam perkembangannya dikatakan jalan di tempat. Meski Cirebon adalah kota tempat dilahirkannya para teaterawan besar seperti Arifin, C. Noer, Nano Riantiarno, dan seniman-seniman lainnya. Ya, barangkali sedikit berbangga, tak apa. Karena toh mereka di Cirebon hanya numpang lahir saja, hidup dan dibesarkannya di kota lain..



Share:

Senin, 17 Maret 2014

Selamat Datang di era Opohdernitas


#Opohdernitas

Dunia semakin tidak seimbang, semakin semrawut, semakin tidak masuk akal, kacau balau, dunia ini semacam sedang trance. Fenomenalnya, kini masyarakat di dunia berbondong-bondong melakukan facebook-isasi twitter-isasi, bbm-isasi, instagram-isasi, dan sebagainya. Alhasil, dunia nyata pun kosong-melompong, tempat peribadatan ambruk lantaran kosong jarang ditempati. Ironis.
Opohdernitas adalah suatu keadaan yang “seolah-olah” di tengah terjadinya modernitas atau modernisasi. Terdiri dari kata “opoh” yang berasal dari kata “apa” dalam ejaan Jawa, dan “dernitas” yaitu imbuhan atau plesetan sekedar pelengkap saja sebenarnya, tidak lebih.  Hheuheu

#Opohdernitas itu misalnya begini :

Ada kalanya kita merasa ada pada tingkat kejenuhan, & kita bingung melakukan apa, lalu kemudian larilah kita ke social media. #opohdernitas
#opohdernitas adalah keadaan dimana kenyataan menjadi sangat berlebihan, filsuf menyebutnya kondisi hiperealita.
#opohdernitas adalah gambaran kekacauan, kelalu-lalangan gaya hidup masyarakat di era yang serba tidak masuk akal!
#opohdernitas adalah ketika laki-laki memutuskan bunuh diri lantaran putus, ceweknya selingkuh dengan laki-laki lain.
#opohdernitas adalah ketika pengguna socmed mencaci maki socmed lantaran banyak postingan gak bermutu, lalu caciannya ia posting juga.
Anehnya, kemarin bilang postingan di socmed udah gak ada yang bermutu tapi dia tetap aktif di socmed. #opohdernitas
#opohdernitas adalah ketika pagi-pagi mengeluh lantaran gak ada yang ngucapin selamat pagi.
#opohdernitas adalah ketika malam hari mau tidur mengeluh lantaran gak ada yang ngucapin selamat malam dan selamat tidur.
Sial Hape-ku gak bisa BBM’an!, So what ? toh kita masih tetap bisa komunikasi, meski tanpa menggunakan BBM. #opohdernitas
#opohdernitas itu ketika hujan-hujan rombongan Presiden lewat kemudian anak2 sekolah disuruh menyambut di sepanjang jalan.
#opohdernitas itu ketika manusia pada berdo’a di Socmed kemudian tempat ibadah dekat rumah malah sepi. Ckck
#opohdernitas itu ketika capres/caleg yang katanya low profile tapi muncul berkali-kali di media. hhihihi
Parah #opohdernitas-nya ketika capres-cawapres kampanye pake cara jadi bintang sinetron.
#opohdernitas banget, cewek cantik kok parameternya kawat gigi, softlens, sama Blackberry. :p
#opohdernitas adalah ketika musim bencana, lalu masyarakat mendadak sok peduli dgn alam, padahal besoknya pada buang sampah sembarangan lagi.
#opohdernitas yaitu saat musim banjir yg disalahin terus cuma pemerintah, lah masyarakatnya juga pada buang sampah sembarangan.
#opohdernitas itu remaja yang sakit hati gara-gara pacaran terus ngebunuh teman/pacarnya sendiri. Ckck
#opohdernitas itu banyak orang yang meniru-niru gaya hidup orang2 yang ada di televisi. #televishit
#opohdernitas itu ketika ada pesawat MH370 hilang, terus masyarakat di dunia pada minta tolongnya ke Dukun. #DUKUNESIA


*Tulian ini bersambung, setiap ada ide tulisan ini pasti dikembangkan (lag). hheheu

Share:

Senin, 30 September 2013

Menulis Puisi (lagi)



Rembulan di Hujan semalam

Seperti ada diantara bukit dan langit
Hasrat dan keinginan saling melejit
Kabut penuh sesak di sekitar pelukku – pelukmu
Badai sesekali mengintai, tiada hirau
Dan angan-pun kian parau

Seperti ber-metamorphosa dalam kejumudan
Percik cahaya rembulan kian tersapu hujan

Harap nun perlahan tenggelam
Tapi  ini keajegan dalam suatu malam
Membuat samar setiap bayangan
Menghapus cerita kemudian kerna hujan
Duh rembulan!
Dengan apa kulanjutkan
Cerita semalam..

(Gang Enggano, 30 Sept 2013)
Share:

Nepotisme & Gratifikasi



Penyakit tak Disadari?
Indonesia tanah airku, tanah beli, air juga beli… (Harry Roesli)

Barangkali salah satu ciri dari Negara yang subur adalah semakin tumbuh subur dan menjamurnya para pelaku korupsi, kolusi dan juga nepotisme (KKN). Parahnya, mereka pelaku KKN tetap dibiarkan hidup dan berkembang terus - dari waktu ke waktu. Adanya relasi, koneksi dan entah apa lagi istilahnya – menjadi syarat mutlak bagi manusia-manusia yang ingin bertahan hidup di era koruptorisasi ini. Huh!
Bukan pembangunan di segala bidang, tetapi justru korupsi di segala bidang yang terjadi di Negara Indonesia Raya tercinta nan cantik jelita ini. Tantangannya adalah rasa bosan ketika membahas isu korupsi, sepertinya begitu, karena saking banyaknya koruptor di negeri ini. Begini saja, mari kita bicarakan tentang nepotisme dan gratifikasi saja, yang agaknya (mungkin) masih jarang dibicarakan. Hheuheu…

Nepotisme ; Penyakit Sistemik

Siapa yang mendapatkan kesejahteraan dari adanya nepotisme? Tentu saja seluruh anggota keluarga pelaku nepotis-nya. Dahulu, keluarga Almarhum Presiden Soeharto misalnya. Kalau saya diperkenankan untuk mencari kambing hitam dari maraknya nepotisme di negeri ini, sepertinya keluarga cendana-lah yang pantas untuk dikambing hitamkan. Karena telah berhasil mengajarkan trik-trik mengimplementasikan perilaku nepotis di negeri ini, hingga sekarang. Atau barangkali ada orang lain yang pantas untuk dikambing hitamkan – selain almarhum Soeharto?

Hidup di jaman sekarang harus sok kenal-sok dekat- sok akrab, memang!. Supaya semua urusan mudah. Saat anda ditilang sama Polantas, bilang saja anda saudaranya pejabat X – misalnya, pasti urusan tilang lancar. Saat anda memasukkan lamaran kerja, bilang saja anda keponakannya Pak Rektor atau Pak Dekan X, niscaya peluang diterima kerjanya sekitar 80 - 90%. Di bidang atau lembaga lainnya pun demikian. Jadi jangan heran kalau anda tahu - misalnya di perusahaan A ternyata antara manager dengan HRD kakak beradik, atau misalnya di kampus B ternyata antara Dekan dan Kajur saudaraan, adiknya di bagian staf akademik, dan anak-anaknya yang jadi mahasiswanya. Miris!

Gratifikasi ; Penyimpangan tak Disadari                              

Ada kemungkinan masih terdengar asing dengan istilah Gratifikasi. Dalam Peraturan Mendikbud No.51 Tahun 2003 Tentang Pengendalian Gratifikasi di Lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Pasal 1 ayat 2 tertulis : “Gratifikasi adalah pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya.” Kemudian di pasal 1 ayat 3 diperjelas dengan : “Gratifikasi dalam kedinasan adalah hadiah/fasilitas resmi dari penyelenggara kegiatan yang diberikan kepada wakil-wakil resmi suatu instansi dalam suatu kegiatan tertentu sebagai penghargaan atas keikutsertaan atau kontribusinya dalam kegiatan tersebut.”
…………………..

Jadi, kalo gak ngapa-ngapain terus kemudian dikasih hadiah, jelas itu namanya Gratifikasi!. Gratifikasi itu mengarah ke kolusi, kalau menjadi kebiasaan dan terjadi kesepakatan. Misalnya, saat ada warga yang membuat surat-surat di kelurahaan. Warga tersebut memberikan hadiah berupa sarung, misalnya – kemudian diterima oleh petugas kelurahaan, maka itu Gratifikasi namanya. Dan jika warga berbisik, “lain kali kalau anggota keluarga saya mau mbikin surat-surat juga tolong jangan dipersulit ya Pak/Bu…!”, nah yang ini sudah mengarah ke kolusi.

Untuk konteks lembaga pendidikan-pun sering terjadi. Jelas-jelas mengajar itu sudah kewajiban pengajar, guru atau dosen. Jadi, sebagai siswa, mahasiswa atau orang tua dari siswa – mahasiswa tidak usah memberikan hadiah kepada pengajar, guru atau dosen tadi. Itu-pun Gratifikasi namanya. Apalagi memberikan hadiah dalam rangka mengharapkan mendapat nilai pelajaran yang bagus. Satu lagi, tentang tugas pengganti - biasanya. Karena absensi kurang, tugas belum mengumpulkan kemudian siswa/mahasiswa meminta tugas pengganti yang lain, misalnya diganti dengan dibelikan buku, makanan, buah-buahan, baju dan sebagainya. Kira-kira yang seperti ini apa namanya??? Nyatanya seringkali manusia melakukan penyimpangan, tanpa disadari yang saya sebut Gratifikasi tadi. Hheuheu… [A.S] J

Share:

Kamis, 16 Mei 2013

Politik dan Dukun'isme

Pemilihan Dukun Sakti
Oleh : Tino Achmad Saptono[1]

Demokrasi iku bebas
 Acara pemilihan ning ndi-ndi pasti sing diutamanange yaiku pesta demokrasine. Dakate lagi jaman bengen sih sing ngawiti ana demokrasi kuh ning jagate kompeni, tapi lawas selawaseng dina, Indonesia melu mupu demokrasi nggo acara pilian kien pilian kuwun lan pilian sejene. Maksude mekenen, dadi arepan mili pemimpin apa bae ya pasti ngenggo sistim demokrasi.
Bokat ana sing durung patia paham karo demokrasi. Demokrasi kuh lamon jere elmu itung-itungan sih arane memper-memper kaya rumus. Rumus kanggo ngurus priben carae milih uwong - sing kira-kira pantes dadi pemimpin, mekonon kurang luwihe. Ciri-cirie demokrasi bisa katon sing blak-blakan utawa belie, bebas lan jujur utawa belie, lamonan jere wong jawa sih maninge - ana sogok-sogokan utawa belie, ana uwong bagi-bagi angklop lan gula teh utawa belie.<!–more–>
Gampangane, baka ana mekanan-mekenen kaya sing disebutnang mau, berati kuwun kuh sing diarani demokrasine wis diperkosa. Salah sawijineng cirie demokrasi iku kan katon sing kono, baka ana pengaruh (omongan blenak; blesak) setitik bae mblesaknang wong sejen, nah kuwun geh arane kotor kuh demokrasine.
Dudu pemilian ketua RT, RW/Kepala Dusun, utawa pemilian Kepala Desa bae – pemilian Presiden, gubernur lan sejene geh pada bae ora bisa ucul saking sistim demokrasi mau. Tujuan dianaknange pemilian, - sewerue kita – nggo ngulati pemimpin, dudu ngulati dukun sing paling sakti. Nah, ning kene kih ana sing kudu dilurusnang. Masa iya, baka pas ana pilian apa mbuh apa, rayate kok malah puyeng-puyeng ngulati dukun sakti, wong kuwalik!!!

Gawe rencana strategis, aja luru dukun!
Jagat wis gemebyar padang lunangan, jere boca sekolah sih jagat wis modern, tapi kenang apa wong mikire masih kaya jaman bengen bae. Baka iya pada nduweni elmu agama, sabenere sih sing pasrah lan percaya bae karo “sing ning nduwur”. Aja kuwun sih calon legislatif, calon bupati, calon camat, calon kuwu lan sejene kok pada mobat-mabit ngulati payunge dukun, korsie dukun, selendang, klambi lan sejen-sejene. Ari jare kita sih, daripada waktue kebuang nggo sing mekonon-mekonon, masih mending nggo mikir gawe visi-misi, gawe rencana program kerja utawa nggo persiapan bokat besuk pas kepilih dadi pemimpin kang dimaksud.
Lamon jare bahasae pejabat-pejabat sih, masih mending waktue dinggo kanggo gawe rencana strategis, aja kanggo luru dukun. Nanging yaiku sih, sing arane jagat Indonesia kuh kentel pisan karo tethek bengek sing bli nyambung ning akal pikirane wong waras. Arepan nyalonnang dadi pemimpin jeh nyalatan keder luru watu sakti, luru teken (tongkat) sakti, aduh wis ora peta-peta!!

Pemilu, milih dukun sing paling sakti
Bisnis, mekaya utawa molah sing bisa gawe kegembang wong pirang-pirang pas usum pilian yaiku mekaya dadi dukun. Titennana maning. Baka pas usum pilian apa bae, pasti akeh dukun pada pating trongol. Ndadhak-ndadhak ana dukun sing bisa mekenen lah, bisa mekonon lah. Ana-ana bae tingkae wong luru pangan.
Baka jagate lagi usum pilian, dukun kaya raja – sing nduwe kepenginan apa bae langsung dituruti kenang si calon utawa bakal calon. Pada kepengin dadi dukun tah beli wong? Nanging kudu dadi dukun sing (kaya iya-iya’a; seolah-olah) sakti. Sakti utawa belie bisa dikatonnang sing udud, kopi ireng, pakean, cincin lan sejene. Gampang kan?
Arane bae geh dukun. Baka ana wong takon apa mbuh apa ya pasti dijawabe sing serem-serem, sing beli-beli kah. Masa iya, ana wong takon cara mbari bisa menang nyalonnang jeh nyalat dikongkon marani makam. Wis weru wong ning makam kuh wis pada mati, priben arepan nulungi wong coba? Sapa weru wong-wong sing wis pada selonjor ning jero makam kah asline mah lagi pada rubungan – diajak diskusi kenang malaikat.
Dudu Cirebon arane (kaya-kaya sih) baka bli gawa-gawa dukun. Kitae dewek sering ndeleng langsung, ana dukun lagi kebal-kebul nongkrong ning pinggiran tarub TPS – apa maning tarub TPS pilian kuwu (kepala desa). Biasae ning balai desa ana tarub nggo ndodhoke calon kuwu, titennana pas bengi sedurunge penyoblosan pilian kuwu, biasae akeh kebal-kebule ning menyan, mambu kembang, akeh godhong-godhongan lan sejene, nyenyuker bae kah.
Wayae lagi pilian, nyalat sibuk luru dukun sing paling sakti, ari jare kita mah benere kuh sibuke sibuk mikir rencana nggo mbangun arep kepriben?!. Sibuk takon-takon kepenginane rayat kuh apa?, keluhane rayat apa? kuh mekonon benere jare kita mah. [ ]


[1] Penulis adalah pelanggan warung kopi depan gedung kesenian rarasantang – Cirebon.
Share:
Counter Powered by  RedCounter

Pages

Popular Posts

About Me

Foto saya
Cirebon, Jawa Barat, Indonesia
Seorang Presiden di negara Republik Tinosia

Followers