"Sekedar umpatan dan teriakkanku yang semuanya tersimpan dalam barisan kata"

Sabtu, 11 Desember 2010

Cerita dari Bibir Pantai

Remaja, Gubuk-gubuk kecil dan Masyarakat

Oleh : Achmad Saptono*



Menjelang sore tiba, cuaca mendung menghampiri siang yang tadinya tersenyum cerah. Di hari itu matahari-pun tampak murung berselimut awan, “sepertinya matahari akan tertidur”, ucapku dalam hati. Dari bibir pantai aku menatap ombak berkejaran, aku alihkan pandangan ke sebelah kiri lalu kudapati hijaunya bukit yang indahnya mampu membuatku terkagum, terpaku dan terdiam sepersekian detik. “Subhanallah... kurasakan segar dan sangat-sangat nyaman memandang ciptaan-Mu yang satu ini”, kembali aku berkata dalam hati.

Aku yang berdiri tak jauh dari permukaan pantai rupanya telah berhasil terbius oleh keindahan-keindahan ciptaan-Nya, hingga tak sadar di sekelilingku ramai oleh pengunjung pantai yang lainnya. Kulemparkan senyum sambil mengingat memori masa kecilku saat beberapa meter dari sebelah kananku, beberapa kawanan anak kecil telanjang dada berlarian saling melempar pasir pantai. Seakan enggan untuk meninggalkan tempat ini, dan tidak sudi mengaburkan semua rasa yang kudapati kali ini. Meski air laut sudah sedikit berubah warna dari biru menjadi cokelat kehitaman, tapi sudah setengah jam lebih mataku berkelana menikmati indahnya hamparan laut dari kejauhan dan bukit dari bibir pantai. “Astaghfirullah...”, kedua kalinya akupun baru menyadari bahwa aku berkunjung ke tempat ini tidak sendirian. “Dimana ya teman-temanku yang lain? Bukankah pas menuju pintu masuk tempat ini, mereka ada di belakang motorku persis? atau jangan-jangan mereka malah tidak jadi ke tempat ini?”, beberapa pertanyaan langsung memenuhi kepalaku.

Tak hilang sadarku untuk mencari tahu keberadaan mereka, kukirim sms singkat dengan handphone-tanpa abjad kesayanganku, “kalian ad di sblah mna?”. Matakupun mulai sibuk ke kanan, ke kiri, ke depan dan ke belakang mencari keberadaan teman-temanku. Ratusan meter kearah kanan dari posisiku berdiri, sekelompok remaja sedang bergerombol tak jauh dari bibir pantai duduk-duduk di atas kendaraan bermotor, dan ada satu pengendara motor yang sedang asyik bermain Free Style dengan motor bebeknya . Lalu tiba-tiba terdengar sms masuk di handphone’ku, “kita ada di sebelah timur, masih di sekitar tempat km masuk”. Langsung saja aku balas sms itu, “Patokannya ap?dr orng yg sdg Jamping2an, kalian seblah mananya?”. Tak lama kemudian kembali temanku membalas sms, “pokonya km jalan aja ke arah timur, dr bibir pantai keliatan kok!”. Kurang lebih 10 sampai 15 meter ke arah barat dan ke arah timur bibir pantai aku berjalan kaki mencari teman-temanku, beberapa kerumunan orang aku dekati, ternyata selalu salah dugaanku. “kalo di sekitaran sini gak ada, lalu dimana mereka?”. Agh... akhirnya aku putuskan untuk mengambil motor di parkiran, pelan-pelan kukendarai motor bebek pinjamanku menyusuri pantai, belum juga aku temukan. Kualihkan fikirku untuk mencari teman-temanku di sekitar parkiran motor dan kolam renang yang tak jauh dari pintu masuk utama ke pantai. Sambil terus menyusuri jalan setapak penuh pasir laut ke arah timur, di sebelah kananku pemandangan ladang palawija yang hijau sedangkan di sebelah kiriku dihiasi oleh semak alang-alang dan gubuk kecil berukuran 1 meter berderetan diantara semak-semak. “Andaikan saja aku punya kamera yang bisa memotret semua hal menarik yang ada disini dari dari jauh”, dari atas motor yang melaju pelan akupun menghayal sebentar.

*gambar gubuk tanpa pasangan remaja, (mungkin) karena lokasi yang kurang menyusup

Tak ada pemandangan yang menarik di dalam gubuk-gubuk kecil itu selain pasangan remaja yang rata-rata sedang asyik bercumbu. Diantara pelan laju motorku, lagi-lagi aku diserang oleh runtunan pertanyaan di kepala tentang pasangan remaja tadi. Ditambah lagi ada beberapa gubuk kecil dengan pasangan remajanya yang menyusup di tengah semak-semak. Satu persatu pertanyaan itu membabi buta dalam otakku, “Untuk apa ada banyak Gubuk kecil di semak-semak ini? Kenapa ada? Siapa yang membangun? Fasilitas dari pengelola pantai? Pengunjungkah yang membangun? Jangan-jangan gubuk-gubuk kecil ini disewakan...” yaah... belum sempat muncul semua pertanyaanku, aku teringat pengalaman beberapa waktu yang lalu. Seingatku, dulu aku pernah duduk diatas kursi dekat pantai untuk sekedar foto-foto bersama salah seorang teman nongkrongku di kampus, tiba-tiba sang pengelola pantai dengan pakaian ala Baywatch mengampiri, “Mas, bayar sewa kursinya lima ribu aja, kalo siang tah tujuh ribu limaratus”. Aku yang saat itu hanya membawa uang pas untuk ongkos, parkir dan makan malam langsung tercengang. Akhirnya aku meminta temanku yang membayar sewa kursi tersebut.

Sampai kejauhan kurang lebih 1-2 km dari parkiran motor barulah lipatan muka penuh kebingunganku berubah sementara menjadi senyum lega karena telah menemukan teman-temanku yang dari tadi aku cari kesana kemari. Turun dari motor, sepertinya otakku telah berhasil dirasuki oleh fikiran-fikiran dan pertanyaan seputar Gubuk Kecil dan beberapa pasangan remaja tadi. “Mereka para generasi bangsa kok kompakan sekali ya, berpasang-pasangan di hari yang sama...atau jangan-jangan memang setiap hari gubuk-gubuk kecil ini dipenuhi oleh remaja-remaja kasmaran? Kalau udah sering dipake maksiat gini, lalu siapa dong yang pantas untuk disalahkan? Remajanya atau yang menyediakan gubuk-gubuk kecilnya?”. Aku mungkin seolah terlihat autis di mata teman-temanku yang sedang asyik bermain ombak dan pasir di tepian pantai. Tubuhku memang berada dengan mereka, tapi pandanganku kosong dan fikiran terus melayang tertuju pada remaja, gubuk dan satu lagi yang muncul dalam fikiranku yaitu masyarakat. Mereka, entah pengelola atau pedagang di sekitar pantai yang telah menyediakan fasilitas gubuk tersebut, bagiku mereka bagian dari masyarakat. Bisa saja mereka sengaja menyediakan fasilitas tersebut untuk menambah penghasilan sehari-hari, atau dengan kata lain karena himpitan ekonomi akhirnya mereka terpaksa mencari nafkah dengan cara yang salah itu. Begitupun juga para generasi penerus bangsa yang sedang dilanda kasmaran tadi, mereka berani melakukan maksiat mungkin karena merasa ada kesempatan, karena ada tempat yang sepi di antara semak-semak dan di sekelilingnya dihiasi oleh pemandangan alam bebas, ombak lautan, pasir pantai, langit yang nampak rapat dengan permukaan laut dan bukit nan hijau. Kalau saja aku berfikiran bahwa yang salah adalah remajanya, itupun bisa jadi, karena mereka (para remaja) yang pola pikirnya dimana ada kemauan disitu ada kesempatan! hahaa.... tawa kecilku sontak mengiringi langkah kakiku menuju salah seorang teman yang mengajak pulang.

Nampaknya sore di pantai kali ini sang sunset telah tertidur berselimutkan mendung tebal, akupun bersama teman-temanku dengan rela meninggalkan pantai beserta keindahan-keindahan di sekitarnya, dengan masih dihantui oleh bayang pertanyaan-pertanyaan seputar remaja, gubuk-gubuk kecil dan masyarakat.





Pwt, 10 Desember 2010.

=Wisma Hijau-Hitam=
Share:
Counter Powered by  RedCounter

Pages

Popular Posts

About Me

Foto saya
Cirebon, Jawa Barat, Indonesia
Seorang Presiden di negara Republik Tinosia

Followers