"Sekedar umpatan dan teriakkanku yang semuanya tersimpan dalam barisan kata"

Sabtu, 01 Oktober 2011

Desaku tak lagi ramah!


Menunjukan angka 80 sampai 100 km/jam jarum speedometer di motor. Bukan hanya untuk menghindari sengatan matahari, tapi memang harus seperti itu di tengah ramainya kendaraan di kota besar. Tidak tau jalan yang pasti. Hanya dengan modal yakin pasti bisa ketemu, yakin tidak akan nyasar, kupacu terus sepeda motorku, menyusup di selah pinggang mobil-mobil besar. Belum sempat mandi pagi, tapi di siang yang sangat terik itu aku tiba di pusat keramaian kota. Kuusap wajahku yang penuh keringat dengan sapu tangan yang kusimpan di kantong belakang celana belelku. Kemudian masuklah aku di pusat perbelanjaan.
Sekitar pusat perbelanjaan dan lingkungan kota di sekitar yang menjadi setting dari ceritaku kali ini. Dengan kondisi kepala mendidih, kucari tempat yang nyaman untuk sekedar duduk beristirahat. Akhirnya kutemukan kafe di lantai 2 pusat perbelanjaan. Kopi hitam aku pikir bisa meredam kepalaku yang mendidih karena bising dan teriknya perjalanan di kota besar. Dengan duduk di kursi yang melingkari meja, kulemparkan pandangku ke setiap sudut ruangan di sekitarku. Samping kiriku adalah kaca besar yang sengaja dijadikan space bagi pengunjung untuk menikmati pemandangan di luaran sana. Tepat di hadapanku adalah sepasang kekasih dengan sang perempuan berkulit kuning langsat, rambut merah marun dan sebatang rokok di tangan kirinya. Samping kananku adalah remaja (sepertinya anak-anak SMA) yang sedang asyik menikmati minuman dingin dan masing-masing mengotak-atik blackberry di tangannya. Pemandangan seperti itu bukan pemandangan yang pertama kali aku temui, memang. Namun yang paling membuatku tertegun dan meluangkan banyak waktu untuk memutar otak adalah kenapa keadaan ini benar-benar memacu kinerja otakku untuk terus berpikir dan terus melemparkan pertanyaan-pertanyaan dalam hati?
“Pemandangan seperti ini di kampung tempat tinggalku dan di kota tempat aku kuliah juga sudah sering aku temukan”, dalam hati aku menyimpulkan. Memang sudah sangat sulit membedakan pergaulan remaja di kota dan di desa. Fashion-pun agaknya susah untuk dijadikan parameter apakah seseorang berasal dari kota atau desa. Kontaminasi budaya kota sudah menjalar ke pedesaan. “Entah ini sebuah kemajuan atau kemunduran”, pernyataanku pasrah dalam hati. Desaku tak lagi ramah!. Tidak mau terlalu pusing memikirkan hal itu, akhirnya aku putuskan untuk mengalihkan pandangan di samping kiriku. “ini adalah kali pertamanya aku menapakkan kaki di kota ini, aku harus benar-benar menikmati dan mengamati setiap gejala yang aku temukan selama aku ada di sini”, kira-kira seperti itu yang aku pikirkan.
Kaca tebal yang bening dengan ukuran panjang kurang lebih 7 meter melingkar, dan tinggi sekitar 4 meter. Lumayan strategis duduk di sini. Bisa melihat sekitar kota yang panas. Gedung-gedung tinggi. Rumah-rumah yang padat dengan warna kusam oleh debu. Bukit-bukit yang tandus. Namun ada satu pemandangan yang tidak bisa aku temukan dari balik kaca ini. Aku tidak bisa melihat biru langit dan cerahnya awan yang benar-benar alami warnanya. Mungkinkah gara-gara warna mereka sudah tertutup oleh asap pabrik? Asap kendaraan? Di desa tempat aku lahir-pun semakin hari semakin banyak pabrik bermunculan. Jangan-jangan akan terjadi hal yang sama dengan desaku??? Ah, desaku tak lagi ramah.
Setelah duduk-duduk di kursi tadi, ternyata cukup meredakan kondisi kepalaku yang sebelumnya sudah mendidih. Walaupun kini muncul gejala baru dalam pikiranku, yakni pertanyaan-pertanyaan seputar ketakutanku akan kondisi desaku yang kemungkinan besar lambat laun menjadi tidak ramah lagi. Sudahlah, lebih baik aku redam dulu pertanyaan-pertanyaan tadi. Beranjak dari tempat minum kopi, aku menuju lantai 1 karena pesan singkat yang masuk di hp’ku. Ya, aku memang sedang janjian dengan seseorang yang.......???? seseorang yang merasakan hal yang sama saat berada di pusat keramaian seperti ini. Hal tersebut yang justru memperkuat pendapatku, bahwa sepertinya suasana desa itu memang perlu dilestarikan, perlu dijaga! Karena menyangkut kebutuhan psikologis bagi manusia, karena manusia dan alam itu sesungguhnya sangat bersahabat. :)

*in memoriam 31 Juli 2011*

Share:

0 comments:

Posting Komentar

Counter Powered by  RedCounter

Pages

Popular Posts

About Me

Foto saya
Cirebon, Jawa Barat, Indonesia
Seorang Presiden di negara Republik Tinosia

Followers