"Sekedar umpatan dan teriakkanku yang semuanya tersimpan dalam barisan kata"

Selasa, 20 Januari 2009

krisis multidimensi

Krisis Multidimensi Sebagai Bentuk Penjajahan Kapitalisme-Neoliberalisme1
”Sebuah Kajian tentang Ekonomi Global”
Oleh : Achmad Saptono2


I. Latar belakang
Sejarah singkat Kapitalisme-Neoliberalisme
Ada banyak definisi atau pengertian yang diberikan untuk istilah kapitalisme-neoliberalisme, mulai dari pengertian yang sederhana sampai yang rumit sekalipun. Berbagai pengertian tersebut pada dasarnya mencerminkan banyaknya sudut pandang (angle) atau penekanan (fokus) terhadap aspek tertentu dari kapitalisme-neoliberalisme. Kadang disebabkan oleh perbedaan dari fakta atau realita yang ditunjukkan yang berbeda kurun waktu, dimana ada masalah sejarah di dalamnya. Banyak dan adanya perbedaan antardefinisi tersebut memberi kejelasan tentang satu hal. Kapitalisme-neoliberalisme tumbuh dan berlembang, serta dampak menyeluruh (perpasive) atas seluruh kehidupan. Kalau memperhatikan akhiran –isme pada istilahnya, memang dapat diartikan sebagai suatu faham, bahkan semacam keyakinan atau ajaran.
Beberapa ide pokok dari Kapitalisme antara lain : Pertama, diakuinya hak milik perorangan secara luas bahkan hampir tanpa batas. Kedua, diakui adanya motif ekonomi, mengejar keuntungan secara maksimal pada semua individu. Ketiga, adanya kebebasan untuk berkompetisi antarindividu dalam rangka peningkatan status sosial ekonomi masing-masing. Keempat, adanya mekanisme pasar yang mengatur persaingan dan kebebasan tersebut. Sedangkan Neoliberalisme sendiri sebagai suatu gagasan sudah dikenal sejak tahun 1930-an. Sebagai bagian dari perkembangan pemikiran ekonomi kapitalisme, konsep ini adalah kelanjutan dari konsep liberalisme. Kalau kapitalisme sendiri lebih didefinisikan sebagai formasi sosial. Liberalisme klasik, neoliberalisme, Keynesian dan sebagainya adalah konsep tentang mekanisme dalam formasi tersebut, khususnya yang berkenaan dengan pokok-pokok kebijakan ekonomi.
Penggagas dari neoliberalisme adalah Alexander Rustow, yang kemudian disempurnakan oleh para ekonom mazhab Chicago dan Mazhab Freiburger. Gagasan pokoknya dapat dipahami dari paket kebijakan ekonomi (Revrisond : 2006) yang direkomendasikan meliputi :
1.tujuan utama ekonomi liberal adalah pengembangan kebebasan individu untuk bersaing secara bebas-sempurna di pasar,
2.kepemilikan pribadi terhadap faktor-faktor produksi diakui, dan
3.pembentukan harga pasar tidak bersifat alami, melainkan hasil dari penertiban pasar yang dilakukan negara melalui penerbitan undang-undang.
Kemudian gagasan pokok tersebuit dilengkapi dengan ide tentang peranan regulasi negara, tentang apa yang dapat dilakukan oleh negara. Namun yang terutama adalah :
1.pengaturan persaingan usaha untuk mencegah monopoli dan kartel,
2.pengaturan pemungutan pajak untuk mendorong investasi dan pembagian pendapatan,
3.pengaturan ketenagakerjaan untuk menghindari terjadinya eksploitasi, dan
4.pengaturan sistem pengupahan, khususnya untuk menetapkan jumlah upah minimum.

II. Pembahasan
A. Gagasan Neoliberalisme-Kapitalisme
Perbincangan mengenai neoliberalisme (globalisasi) merupakan bukan sebuah wacana yang baru. Pro dan kontra terhadap kebijakan ini pun bermunculan. Diberbagai media dan ucapan kaum globalis internasional dan domestik dengan berbagai argumentasi menganggap bahwa hanya sistem inilah satu-satunya cara untuk kesejahteraan dunia dan umat manusia. Akan tetapi disisi yang lain para aktivis penentang globalisasi ini menganggap bahwa sistem ini tidak lebih dari bentuk barunya penindasan atau penjajahan (neo-kolonialisme). Sejak awal kemunculan globalisasi di bidang ekonomi dipandang sebagai keniscayaan untuk kesejahteraan umat manusia.
Gagasan–gagasan pokok dari neoliberalisme adalah pengembangan kebebasan individu untuk bersaing dipasar, pengakuan kepemilikan pribadi terhadap sektor-sektor produksi dan jasa, penertiban agar mekanisme pasar dapat berjalan dengan baik dan beberapa agenda-agendanya seperti liberalisasi sektor keuangan, liberalisasi perdagangan, pengetahuan anggaran dan belanja negara (pengurangan dan penghapusan subsidi) dan privatisasi BUMN (badan umum milik negara). Jadi, disinilah peranan negara menjadi kerdil atau stateles (Eko Prasetyo : 2005), negara hanya cukup menjadi wasit yang baik untuk menyaksikan persaingan antara usaha-usaha rakyat dengan para pelaku bisnis internasional yang berkolaborasi dengan pebisnis domestik yang mempunyai modal besar. Gagasan dan agenda tersebut agar dapat berjalan dengan lancar, maka mereka melakukan dengan cara yang sangat halus. Pertama, melalui penjelasan akademis tentang keuntungan-keuntungan yang diperoleh ketika kita berintegrasi dengan pasar sampai pada bantuan teknis termasuk pelatihan-pelatihan sistem ekonomi pasar seperti yang telah dilakukan oleh ekonomi barkeley atau mafia poros Washington (Awalil Rizky : 2006). Kedua, pendiktean kebijakan yang harus dijalankan negara sedang berkembang (NSB) seperti perundang-undangan atau perpres (UU Migas, UU Pengelolaan sumber daya alam, perpres 36/2006 dan lain sebagainya) yang disepakati melalui perjanjian dengan IMF (internasional moneter Fund) yang dikenal dengan Lol (Letter of intent) dan harus dijalankan sebagai syarat untuk menambah pasokan devisa karena akibat dari krisis keuangan.
Gagasan pokok dari kapitalisme-neoliberalisme berasal dari akar pemikiran tokoh-tokoh filsafat inggris (Manfred B Stringger, Globalism The New Market Ideologi : 2002), seperti Adam Smith (1723-1790) yang mempunyai gagasan tentang homo economicus, bahwa masyarakat terdiri dari individu yang bertindak sesuai dengan kepentingan ekonominya dan kegiatan ekonomi serta politik sama sekali terpisah sehingga peranan negara dalam ekonomi akan merusak sistem atau mekanisme pasar. Pasar dengan sendirinya akan mengikuti hukum permintaan dengan penawaran yang disebut mekanisme otomatis (self regulation).

B. Krisis multidimensi yang berkepanjangan
Indonesia mengalami krisis yang sudah berjalan lebih dari lima tahun dan sampai sekarang penyelesaian masalah-masalah ekonomi, sosial dan politik yang menjanjikan pemulihan berlanjut atau sustainable juga belum nampak secara jelas. Krisis perekonomian Indonesia merupakan dampak dari krisis yang melanda Asia pada tahun 1997-an dan tidak ada satu negara pun yang menginginkan krisis itu terjadi. Krisis perekonomian Indonesia yang mencapai puncaknya pada tahun 1997-1998 itu, telah melahirkan perdebatan publik, khususnya mengenai pilihan kebijakan (policy response) yang diambil Pemerintah waktu itu. Kemajuan telah terjadi dalam penanganan berbagai masalah yang berkaitan dengan krisis. Akan tetapi hasil yang dicapai belum mampu menumbuhkan harapan adanya penyelesaian krisis yang diikuti pemulihan tanpa adanya ketakutan akan timbulnya masalah baru atau terjadinya krisis baru. Krisis multidimensi sebagai agenda kelanjutan dari kapitalisme ternyata sampai sekarang berhasil menghegemoni kondisi perekonomian bangsa Indonesia.
Dari aspek penanganannya, Indonesia semula mengatasi gejolak yang terjadi dengan berbagai langkah yang mendasarkan atas kebijakan moneter dan fiskal yang berhati-hati serta langkah-langkah liberalisasi sektor riil sampai akhir Oktober 1997. Karena langkah-langkah tersebut tidak efektif mengatasi gejolak, pemerintah memutuskan untuk meminta bantuan Dana Moneter Internasional atau IMF dengan maksud mengembalikan kepercayaan pasar yang merosot tajam bersama dengan depresiasi rupiah. Dengan demikian sejak awal November 1997 Indonesia melaksanakan program mengatasi krisis untuk pemulihan ekonomi dan sektor lain dengan dukungan IMF melalui pemanfaatan fasilitas stand – by arrangement (SBA) dan Extended Fund Facility (EFF). Semua pihak mengakui bahwa dimensi krisis nilai tukar pada Agustus 1997 sangatlah besar dan implikasinya sangat luas. Pengetatan likuiditas yang dilakukan Pemerintah untuk mengatasi depresiasi Rupiah memberikan dampak buruk bagi perbankan dan sektor riil. Terlebih lagi, penutupan 16 bank pada tanggal 1 November 1997, yang dimaksudkan untuk mengembalikan kepercayaan terhadap bank, ternyata mengakibatkan keadaan yang sebaliknya. Kepercayaan masyarakat pada bank-bank nasional runtuh. Kekhawatiran akan terjadinya pencabutan ijin usaha berikutnya dan tidak adanya program penjaminan simpanan telah menyebabkan kepanikan masyarakat atas keamanan dananya di perbankan.
Pelaksanaan program mengatasi krisis dengan dukungan IMF telah menghasilkan berbagai perbaikan. Tetapi perbaikan tersebut mengalami beragam gangguan; terhenti atau kembali menimbulkan masalah. Penarikan pinjaman IMF telah beberapa kali ditunda karena adanya masalah dalam pemenuhan persyaratan pinjaman yang dikenal sebagai conditionality (J.Soedrajad Djiwandono. 2001. Mengelola Bank Indonesia Dalam Masa Krisis).
Permasalahan krisis di Indonesia tidak dapat dilihat secara eksklusif sebagai panik finansial yang muncul dari luar. Akan tetapi krisis Indonesia juga tidak dapat dilihat sebagai gejolak dari dalam berkaitan dengan kelemahan struktural atau kesalahan kebijakan pemerintah semata. Baik unsur eksternal maupun domestik telah bekerja secara aktif dan saling mempengaruhi sehingga gejolak berkembang melalui contagion menjadi krisis, bahkan kemudian krisis multidimensi.

C. Dampak Krisis multidimensi di indonesia
Krisis berkepanjangan yang terjadi di Indonesia membawa berbagai macam dampak buruk bagi kondisi perekonomian pemerintah Indonesia. Dampak tersebut antara lain :
1.neoliberalisme akan menguras harta kekayaan SDA di Indonesia.
Hasilnya akan dinikmati oleh para kapitalis (penguasa modal) asing dan juga para orang kaya dalam negeri. Diperkirakan selama periode 1970-1925 (belum termasuk jaman kolonial dahulu), minyak mentah yang sudah dikuras berjumlah lebih dari 15 milyar barel. Hutan alam yang jutaan hektar, tinggal sekitar 30 persennya. Belum lagi emas, perak, batu bara dan bahan tambang lainnya. Sementara itu, Utang luar negeri (ULN) yang telah dicairkan selama kurun itu melebihi angka USD200 milyar. Meskipun sekitar sepertiganya adalah utang swasta, dalam prakteknya banyak yang digaransi oleh pemerintah atau memang utang para kroni penguasa.

Perhatikan bahwa cicilan dan bunga ULN dibayarkan kepada kreditur asing (world Bank, ADB, USA, Jepang, Bank komersial) yang bisa dipastikan dibelakangnya adalah kaum kapitalis besar. Cicilan dan bunga UDN dibayarkan kepada pemegang obligasi, yaitu bank-bank dan lembaga keuangan lainnya. Bisa dipastikan yang menikmati pembayaran tersebut adalah para orang kaya di negeri ini. Bandingkan dengan subsidi yang dibayar, yang rencananya bahkan akan ditiadakan setelah sekian waktu, anehnya, subsidi itu sendiri dianggap juga dinikmati oleh orang kaya, artinya tidak sepenuhnya untuk orang miskin. Jika ingin lebih cermat kita dapat membandingkan pos pembayaran utang ini dengan pos belanja apa pun dalam APBN. Pasti tidak akan ada yang dapat menandinginya, dan direncanakan tetap demikian dalam tahun-tahun mendatang.
2.segala mekanisme pasar uang dan pasar modal hanyalah memberi keesmpatan perolehan rente ekonomi (rent seeking) yang besar bagi para pemilik modal. Bursa saham dan pasar valuta asing adalah tempat perjudian legal dengan taruhan yang amat besar. Bedanya dengan judi biasa, para pemilik modal besar bisa berubah-ubah peran menjadi pemain atau bandar dan hampir selalu menang. Kunci utamanya adalah sistem informasi canggih yang dimiliki, serta pemahaman yang sangat cermat akan ”mekanisme” tersebut. Termasuk di dalamnya adalah ”memegang” cara berfikir para pengambil kebijakan di Indonesia. Contoh paling mutakhir adalah fenomena mengalirnya dana ke pasar modal Indonesia, sehingga menguatkan IHSG dan rupiah. Hal itu hanya soal rent seeking, sama sekali tidak berhubungan dengan perbaikan ekonomi nasional yang sebenarnya, apalagi dengan perbaikan kesejahteraan rakyat. Bisa menjadi lebih buruk jika dalam pekan atau bulan mendatang, fenomenanya berbalik. Pemerintah dan Bank Indonesia tidak dapat berbuat banyak dan konsepnya memang tidak boleh berbuat macam-macam.
3.dengan liberalisasi perdagangan maka kita akan membiarkan sebagian besar rakyat Indonesia harus bersaing dengan pelaku ekonomi di negara-negara maju. Petani karawang yang hampir tak memperoleh bantuan apa pun dari negara, akan bersaing dengan petani Cargil yang ”dibantu” oleh pemerintah USA. Industri domestik apa pun dipaksa siap bertarung dengan industri sejenis dari negara maju. Sebenarnya, ada sebagian industri kita yang telah siap. Namun sebagian besarnya belum siap, karena memang tak pernah disiapkan sebelumnya, bahkan digerogoti semasa Orde Baru. Sementara itu, para kapitalis kroni era Orde Baru sudah mulai secara sistematis ”mengalihkan” modalnya ke sektor yang bisa berkolaborasi dengan kapitalisme global, dan kurang tertarik dengan sektor riil domestik.
4.penerapan agenda neoliberalisme di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir ini terbukti secara langsung menambah penderitaan rakyat. Dampak kenaikan BBM beberapa kali, yang disertai dengan inflasi yang tinggi, membuat taraf hidup nyata benar-benar turun. Angka pengangguran terbuka terus meningkat, dari 5,87 juta pada tahun 2000 menjadi hampir 11 juta pada tahun 2005. bisa dipastikan peningkatan yang lebih besar pada setengah pengangguran atas dasar jam kerja maupun upah kerja. Angka kemiskinan seolah dapat ditekan prosentasinya, namun secara absolut meningkat menjadi sekitar 36 juta jiwa, menurut ukuran BPS. Apalagi jika kita menggunakan ukuran batas kemiskinan yang lebih tinggi.
5.dengan privatisasi besar-besaran atas BUMN dan perusahaan swasta domestik maka Indonesia mulai kehilangan kedaulatannya atas banyak hal. Ini jelas telah menghianati nilai-nilai kemerdekaan. Memang sering dibantah oleh pendukung neoliberalisme di indonesia bahwa kita tetap bisa mengatur mereka sesuai dengan hukum dan perundang-undangan di negeri ini. Masalahnya, segala peraturan perundang-undangan juga telah dan sedang ”direvisi” sesuai dengan ”pesanan”. Paket peraturan itu sebagian besarnya sudah bersifat universal, mirip di seluruh dunia.
6.agenda neoliberalisme benar-benar bertentangan dengan isi dan semangat pasal 33 UUD 1945. mekanisme pasar amat diandalkan sebagai dasar sistem ekonomi; hak milik pribadi dikembangkan seluas-luasnya; peran ekonomi yang langsung dari negara dikerdilkan. Tidak mustahil jika pasal itu pun akan diamandemen secara terang-terangan, sehingga neoliberalisme menjadi konstitusional. Sebenarnya, saat ini neoliberalisme bisa digugat sebagai inkostitusional, seperti yang dicontohkan kasus UU Migas, Kelistrikan dan Perpres kenaikan BBM. Akan tetapi, peraturan perundang-undangan di bawah UUD sudah ”disesuaikan”. Perkara hukum yang mengangkat tema bertentangan dengan UUD, sering kurang ”powerful”, bahkan bagi perkara yang telah dimenangkan. Sering disiasati dengan klausa: peraturan terinci ”mengalahkan” yang bersifat pokok-pokok.
7.tidak benar jika dianggap bahwa tidak ada alernatif selain neoliberalisme. Kita tridak harus menganut secara ketat salah satu aliran tertentu, seperti : Keynesianisme, Sosialisme atau lainnya. Dengan konsep dasar, demokrasi ekonomi atau ekonomi kerakyatan yang diamanatkan oleh UUD 1945, banyak gagasan dan alternatif kebijakan yang tersedia. Tidak soal jika dalam beberapa hal teknis kita mengadopsi berbagai pemikiran ekonomi, asal bersesuaian dengan prinsip dasar tadi. Bahkan kita tidak menolak mekanisme pasar sebagai salah satu alat atau sarana pemecahan masalah ekonomi. Yang paling mendesak diselesaikan saat ini adalah : ULN harus dinegoisasi secara serius (yang paling radikal adalah ngemplang); UDN direprofiling secara sungguh-sungguh (misalnya dengan menghapuskan kewajiban pembayaran bunga atas sebagian besar obligasi sesuai dengan asal-usulnya); BUMN dibenahi, bukan dijual dengan melibatkan rakyat dan unsur-unsur independen; Korporasi swasta yang vital bisa dibantu, namun transparan; cara berfikir dalam penbgelolaan APBN diubah, dengan lebih berorientasi kepada rakyat; serta berkebalikan dengan semua rekomendasi neoliberalisme, kita justru harus lebih berorientasi ”kedalam”.

D. Bagaimana sikap bangsa Indonesia terhadap Kapitalisme-Neoliberalisme.
Ternyata sistem ekonomi kapitalisme-neoliberalisme di Indonesia merupakan kelanjutan dari sistem penjajahan yang dijalankan oleh kolonialisme yang dijalankan Belanda dan sistem ekonomi pembangunanisme yang dijalankan oleh orde baru. Jadi, jelaslah sudah bahwa kita sebagai bangsa Indonesia harus menolak adanya kapitalisme-neoliberalisme tersebut di Indonesia. Kenapa bangsa Indonesia harus menolaknya? Beberapa alasannya adalah :
1)sistem kapitalisme terbukti menguras kekayaan alam negara kita, hasil kekayaan alam dilarikan keluar negeri.
2)Pengakumulasian modal atau uang hanya pada segelintir orang atrau hanya pada kelompok kapitalis saja.
3)Terjadinya persaingan secara bebas antara rakyat dengan pelaku ekonomi dari negara-negara maju yang ditopang oleh negaranya, sehingga akan mematikan usaha usaha dalam negeri.
4)Negara tidak mempunyai kedaulatan penuh terhadap penentuan kebijakan, tentunya akan bertentangan dengan semangat pasal 33 UUD ’45 yang menginginkan kedaulatan ekonomi harus diarahkan pada sistem ekonomi kerakyatan.
Jadi, ini berarti tidak ada kemandirian atau kedaulatan ekonomi indonesia. Perubahan dimensi ekonomi politik suatu negara akan segera mempengaruhi segala aspek kehidupan masyarakat.

III. Penutup
Krisis multidimensi adalah salah satu bentuk penggambaran dari masuknya kapitalisme-neoliberalisme di Indonesia. Sistem kapitalisme-neoliberalisme ini adalah penyebab utama (causa prima) dari kemerosotan sosial, ekonomi dan penderitaan rakyat. Kejahatan yang terbesar dari kapitalisme-neoliberalisme adalah bukan semata-mata karena mereka menindas dan menyengsarakan rakyat, tetapi mereka telah memperkenalkan dan mengajarkan cara-cara jahat untuk mengeksplorasi rakyat.
Di era globalisasi ini, kita sebagai bangsa indonesia seharusnya dapat memetakan permasalahan-permasalahan atau dampak-dampak dari masuknya sistem kapitalisme-neoliberalisme di indonesia. Kita perlu menyisakan waktu yang tidak sedikit untuk membahas setiap permasalahan yang ada, kenapa sampai terjadi krisis moneter atau krisis multidimensi di negara indonesia ini lalu kenapa negara-negara maju malah semakin maju.



Daftar Pustaka

Awalil Rizky dan Nasyith Majidi. 2008. INDONESIA UNDERCOVER ECONOMY : Utang Pemerintah Mencekik Rakyat. E Publishing. Jakarta.
Rizky, Awalil. 2006. AGENDA NEOLIBERALISME DI INDONESIA : Merumuskan Sikap dan Aksi HMI. Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam. Jakarta.
Kumpulan tulisan Pradjoto, Catatan Para Sahabat. 2003. MENCEGAH KEBANGKRUTAN BANGSA : Pelajaran Dari Krisis. Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI). Jakarta.
Sumber lain :
Tabloid Stay Tuned, 2008. KAPITALISME NEOLIBERALISME DAN AGENDA PERLAWANAN. Edisi 12 Desember 2008. HMI Komisariat FISIP-UNSOED. Purwokerto.
Share:

0 comments:

Posting Komentar

Counter Powered by  RedCounter

Pages

Popular Posts

About Me

Foto saya
Cirebon, Jawa Barat, Indonesia
Seorang Presiden di negara Republik Tinosia

Followers