"Sekedar umpatan dan teriakkanku yang semuanya tersimpan dalam barisan kata"

Rabu, 23 Februari 2011

Mari merenung


Pagi Ini Aku Kembali Tertampar oleh Renunganku

Mendengarkan Al-Qur’an berarti mendengarkan Allah; mendengar menjadi melihat, melihat menjadi mendengar, pengetahuan menjadi tindakan, tindakan menjadi pengetahuan – itulah “mendengarkan yang baik dan benar (Abu Hafs Omar Suhrawardi).

Jam di handphone menunjukan waktu pagi pukul 04.33 WIB, setengah sadar aku berjalan menuju tempat wudhu lalu berhenti sejenak sampai nyawaku merasa benar-benar terkumpul. Setelah mengambil air wudhu lalu sholat subuh dilanjutkan dengan membaca Al-Qur’an. Kali ini Q.S At-Taubah yang aku baca, surat Makkiyah tersebut aku baca karena yang aku ingat akhir-akhir ini banyak sekali tindak kekerasan antarumat beragama yang mengatasnamakan Jihad, dan aku pikir semua tentang Jihad termaktub dalam surat yang aku baca tersebut. Seingatku, dulu pernah seorang Ustadz menyampaikan bahwa surat tersebut diturunkan pada Zaman Rasulullah Muhammad SAW. Saat itu sedang terjadi perang besar-besaran antara umat Islam dengan orang-orang kafir di Mekah, saat dimana umat muslim waktu itu sedang benar-benar diserang habis-habisan. Bagaimana tidak, pada saat itu jika diketahui ada seorang keluarga muslim yang akan melahirkan anaknya maka anak tersebut tidak akan segan-segan dibunuh oleh orang-orang kafir.
Kejam memang, pembantaian besar-besaran terjadi dalam kubu umat muslim kala itu. Nah, karena alasan dan untuk menjawab persoalan saat itu akhirnya Q.S At-Taubah diturunkan dengan tanpa bacaan basmalah. Surat tersebut dianggap sebagai tanda genderang perang yang isinya memerintahkan kepada umat muslim untuk memerangi orang-orang kafir saat itu. Simak saja Q.S. At-Taubah ayat 73 yang artinya :
“Hai Nabi, berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik itu, dan bersikap keraslah terhadap mereka. Tempat mereka ialah jahannam. Dan itu adalah tempat kembali yang seburuk-buruknya.”
Setelah selesai membaca Al-Qur’an, aku pun sejenak merenung. Teringat kejadian akhir-akhir ini yang menimpa umat muslim di Indonesia bahkan mungkin di dunia. Setelah penyerangan terhadap warga muslim di Palestine, kemudian penyerangan jama’ah Ahmaddiyah di Cikeusik, Pandeglang-Banten, dan disusul dengan kekerasan serupa yang terjadi di Temanggung. Saat aku teringat berapa korban jiwa yang terbunuh, akupun ingat beberapa waktu lalu dimana telah terjadi pengeboman bunuh diri di tempat-tempat (yang dianggap) maksiat, yang dilakukan oleh kawanan teroris yang mengatasnamakan Jihad. “Jihad memerangi orang-kafir dengan cara (membunuh) itu kan dilakukan kalo konteksnya dimana Islam sedang benar-benar kepepet diserang oleh mereka para orang-orang kafir, tapi kalo tidak ya...kan banyak Jihad dengan cara lain, hhmm... andai mereka benar-benar memahami isi ayat-ayat dalam Al-Qur’an”, gumamku dalam hati. Sepengetahuanku dalam Q.S. At-Taubah ayat 20 disebutkan, yang artinya :
Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta benda dan diri mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah; dan itulah orang-orang yang mendapat kemenangan.”
Jihad bukan hanya dengan cara membunuh, menyumbangkan harta benda pun bisa dikatakan Jihad. Pukul 05.10 WIB aku beranjak dari ruang sholat menuju tempat tidur, tepat di atas tempat tidur aku lihat rak buku, pandanganku terhenti pada salah satu buku yang berjudul “Mengurai Ayat-ayat Allah, karya Annemarie Schimmel”. Sambil membuka buku tersebut, aku kembali berfikir dan mencoba mengingat-ingat makna Jihad yang dulu pernah disampaikan oleh salah satu dosen di kampusku. Pak Abdul Rohman seorang dosen di kampusku pernah bilang, bahwa : “banyak cara yang bisa dilakukan untuk Jihad dijalan-Nya. Jihad itu bisa berarti :
  1. Berjuang dengan sungguh-sungguh dan sekuat tenaga untuk memperoleh hasil yang diinginkan.
  2. Berjalan di dalam jalan Allah
  3. Berjuang dengan harta, nyawa, utk membela kebenaran
  4. Berperang, memanggul senjata melawan musuh-musuh agama
Kurang lebih seperti itu dosenku memaknai kata Jihad. Jika Ahmaddiyah dianggap menyesatkan karena pernah mempercayai adanya Nabi terakhir setelah Muhammad SAW, itu memang benar. Karena Nabi terakhir dalam Islam tidak lain adalah hanya Rasulullah Muhammad SAW. Tapi, upaya yang dilakukan untuk menyadarkan mereka yang dianggap sesat ini kenapa langsung dengan menggunakan kekerasan. Ini lah yang aku sesalkan.
Buku “Mengurai Ayat-ayat Allah” yang ada di tanganku lanjut aku buka-buka dengan tak beraturan, aku acak lalu berhenti pada halaman 282, pada halaman tersebut penulis buku mengutip tulisan mantan rektor Universitas Al-Azhar – Kairo, Mustafa al-Maraghi :
“Agama sebenarnya tidak mungkin bertentangan dengan kebenaran, dan ketika secara positif diterima kebenaran semua ungkapan ilmiah yang tampak tidak sesuai dengan Islam, ini hanya karena kita tidak memahami Al-Qur’an dan tradisi (sunnah) dengan benar. Dalam agama kita, kita memiliki ajaran universal yang menegaskan bahwa, ketika sebuah kebenaran opodiktik bertentangan dengan teks wahyu, maka kita hendaknya menginterpretasikan teks secara alegoris.”
Ada kata-kata yang menarik dari apa yang disampaikan oleh al-Maraghi di atas, “karena kita tidak memahami Al-Qur’an dan tradisi (sunnah) dengan benar”. Wow.. Memang sangat besar resikonya jika memaknai Al-Qur’an secara parsial, karena Al-Qur’an bukanlah buku Fisika, Biologi atau Matematika yang bisa dipahami langsung dengan cara menghitung rumus. Benar sekali, agar tidak terjadi salah mengartikan makna dari sebuah kata dalam Al-Qur’an (misalnya kata Jihad tadi), juga perlu untuk mengkaji hadis, atau kitab-kitab terjemahan yang lainnya. Pagi ini aku kembali tertampar oleh renunganku, selama ini aku justru lebih sering membaca buku-buku teori, sedangkan intensitas membaca Al-Qur’an sendiri, paling sering 3 kali dalam seminggu. “pantes aja kalo banyak kekerasan atas nama agama yang terjadi di mana-mana, pantes juga kalo banyak maksiat dan pelanggaran-pelanggaran agama lainnya di sekitarku”, demikian fikiranku yang terus mencari hipotesa tentang pengaruh bagi orang-orang yang tidak memahami ayat Al-Qur’an dengan mendalam.
Akhirnya, mari kita kembali membaca dan memaknai Al-Qur’an dengan lebih mendalam lagi. Orang soleh akan memulai hari dengan mendengarkan Al-Qur’an, sebelum atau sesudah shalat pagi, karena Al-Qur’an –sebagaimana adanya- “dipersonifikasikan”, dan muncul dalam beberapa do’a sebagai penolong sejati bagi orang beriman (Schimmel, 2005 : 272) :
“Ya Tuhan, hiasi kami dengan hiasan Al-Qur’an, dan anugerahi kami dengan anugerah Al-Qur’an, dan muliakan kami dengan kemuliaan Al-Qur’an, dan bungkus kami dengan jubah Al-Qur’an, dan jadikan kami masuk Surga dengan bantuan Al-Qur’an, dan selamatkan kami dari semua kejahatan dunia dan penderitaan Akhirat demi kemuliaan Al-Qur’an, Ya Tuhan, jadikan Al-Qur’an bagi kami sahabat di dunia ini, dan teman sejati di kubur (kami), dan teman di Hari Kebangkitan, dan cahata pada jembatan (sirat), dan sahabat di Surga, dan tabir serta pelindung dari api (neraka), dan pembimbing menuju semua perbuatan baik, dengan kemurahan dan kebaikan serta kelapangan-Mu!”



*Wisma Hijau-Hitam, Rabu, 23 Februari 2011.
ditemani Playlist “Gigi-Album : Raihlah Kemenangan”
Share:

0 comments:

Posting Komentar

Counter Powered by  RedCounter

Pages

Popular Posts

About Me

Foto saya
Cirebon, Jawa Barat, Indonesia
Seorang Presiden di negara Republik Tinosia

Followers