"Sekedar umpatan dan teriakkanku yang semuanya tersimpan dalam barisan kata"

Sabtu, 18 Juni 2011

Essay Propaganda Mens sana in Corporesano


KOMODIFIKASI MAKNA SEHAT – SAKIT
Oleh Achmad Saptono

Manusia dalam berbagai bidang mempunyai kepentingan masing-masing, karena manusia adalah mahluk yang berkepentingan. Bidang kesehatan adalah salah satu lahan untuk melanggengkan kepentingan bagi para oknum dalam dunia kesehatan. Makna sehat sengaja diciptakan sesuai dengan maksud dan kepentingan tertentu. Terlepas dari perkembangan dan beberapa perbedaan makna sehat, di bawah ini terdapat beberapa definisi tentang makna sehat yang mengacu pada UU dan WHO.
Mengacu pada UU No.23, Tahun 1992 tentang Kesehatan, bahwa Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Dalam pengertian ini, maka kesehatan harus dilihat sebagai satu kesatuan yang utuh terdiri dari unsur-unsur fisik, mental dan sosial dan di dalamnya kesehatan jiwa merupakan bagian integral kesehatan. Sedangkan definisi sakit sendiri adalah seseorang dikatakan sakit apabila ia menderita penyakit menahun (kronis), atau gangguan kesehatan lain yang menyebabkan aktivitas kerja atau kegiatannya terganggu.
Walaupun seseorang sakit (istilah sehari-hari) seperti masuk angin, pilek, tetapi bila ia tidak terganggu untuk melaksanakan kegiatannya, maka ia dianggap tidak sakit.
Menurut WHO, 1981 (dalam: http://perawattegal.wordpress.com/2009/08/31/sehat-sakit-dilihat-dari-perseptual-budaya/) Sehat adalah Health is a state of complete physical, mental and social well-being, and not merely the absence of disease or infirmity. Dengan kata lain WHO mendefinisikan pengertian sehat sebagai suatu keadaan yang sempurna baik jasmani, rohani, maupun kesejahteraan sosial seseorang.
Menurut Parson, seseorang dianggap sehat manakala ia mempunyai kapasitas optimum untuk melaksanakan peran dan tugas yang telah dipelajarinya melalui proses sosialisasi, lepas dari soal apakah secara ilmu kesehatan ia sehat atau tidak. Menurut Parson pula, kesehatan sosiologis seseorang bersifat relatif karena tergantung pada peran yang dijalankannya dalam masyarakat. Peran dari seseorang dalam masyarakat menentukan kadar sehat dan tidak secara sosiologis, tidak heran jika kemudian bermunculan makna sehat yang disesuaikan dengan kepentingan individu masing-masing.
Pengetahuan semakin berkembang, persaingan dalam ranah ekonomi semakin kompetitif dan sangat liberal. Deregulasi makna sehat dan sakit sengaja diciptakan atas nama kepentingan kelompok individu. Demi mendapatkan banyak pasien dengan penyakit yang dipersiapkan, rumah sakit spesialis dihadirkan. Dengan sengaja penyakit-penyakit dengan varian baru diciptakan. Belum lama flu burung mencuat, hadir kembali varian penyakit baru dengan nama flu babi. Penyakit-penyakit baru bermunculan bagai jamur di musim hujan menyesuaikan keinginan para oknum dalam melanggengkan kepentingannya.
Makna sehat dan sakit dengan mudahnya dihadirkan dengan kemasan baru. Bahwa sehat adalah berbadan tinggi besar, berkulit putih bersih. Sehat adalah jauh dari komplek pemukiman yang kumuh, sehat adalah mencuci tangan dengan sabun ber-merk setiap hari, sehat adalah meminum susu kaleng dengan harga mahal. Sehat adalah ikut fitnes dengan peralatan mewah.
Hanya karena ingin meraup keuntungan sebanyak-banyaknya dari bidang kesehatan, masyarakat seringkali digegerkan dengan nama-nama penyakit baru. Sehat-sakit-pun menjadi komoditi ketika semakin bermunculan rumah sakit dengan spesifikasi tertentu, misalnya rumah sakit islam, rumah sakit kristen. Rumah sakit kok ada agamanya!. Rumah sakit yang semakin memperjelas adanya stratifikasi sosial dalam masyarakat adalah; misalnya rumah sakit dengan jargon rumah sakit mewah dengan obat dan pelayanan dokter ahli dari luar negeri, rumah sakit tersebut akhirnya hanya dapat diakses oleh masyarakat kelas menengah ke atas, sedangkan masyarakat kelas menengah ke bawah tidak tahu nasibnya akan mendapatkan pelayanan kesehatan dari rumah sakit atau tidak.
Sehat seolah hanya dimiliki oleh orang-orang kaya saja, sedangkan orang miskin mau tidak mau harus siap menyandang predikat penyakitan dan sebagainya. Orang kaya secara tidak langsung dikonstruksi agar semakin menjauhi orang-orang miskin, karena orang miskin rawan dengan bersarangnya virus atau bakteri penyakit tertentu. Pada jaman yang terus berubah ini semakin hari semakin sulit untuk membedakan siapa orang yang dianggap sakit dan siapa orang yang dianggap benar-benar sehat. Karena makna sehat-sakit selalu berkembang, selalu dikomodifikasi mengikuti perkembangan jaman dan tentunya menyesuaikan dengan kepentingan oknum-oknum tertentu dalam dunia kesehatan. []

Share:

0 comments:

Posting Komentar

Counter Powered by  RedCounter

Pages

Popular Posts

About Me

Foto saya
Cirebon, Jawa Barat, Indonesia
Seorang Presiden di negara Republik Tinosia

Followers