"Sekedar umpatan dan teriakkanku yang semuanya tersimpan dalam barisan kata"

Jumat, 10 April 2009

Gender & Politik


Posisi Perempuan dalam Parlemen

Oleh : Achmad Saptono
(Mahasiswa sosiologi FISIP-UNSOED sks 2006)

Perempuan bekerja di sektor keluarga dan laki-laki bekerja di sektor publik, adalah konstruk yang tertanam dalam fikiran juga kepala masyarakat kita. Sejak kecil, saat pertama kali belajar mengucapkan kata-kata, orang tua kita seringmengatakan “Bapak pergi ke kantor dulu ya nak..”, atau “Ibu pergi ke pasar dulu ya Dik…”. Saat kita masuk dunia sekolah pun kita sering mendengar kalimat-kalimat itu dalam pelajaran Bahasa Indonesia, hal ini lah yang kemudian menjadi konstruk bahwa terdapat dikotomi antara perempuan dan laki-laki secara peranannya yang kemudian saat ini sering kita sebut dengan istilah “gender”.
Gender berasal dari bahasa Latin, yaitu “genus”, yang berarti tipe atau jenis. Gender adalah sifat dan perilaku yang dilekatkan pada laki-laki dan perempuan yang dibentuk secara sosial maupun budaya. Gender merupakan konstruksi sosial yang berarti dibentuk oleh sosial dan budaya setempat, maka gender tidak berlaku selamanya tergantung kepada waktu dan tempatnya. Tak heran ketika saat ini banyak aktivis perempuan yang kembali mempersoalkan gender, terlebih lagi ketika gender itu dikaitkan dengan kekuasaan perempuan di dalam parlemen. Banyak opini yang mengatakan bahwa perempuan tidak pantas untuk duduk di parlemen, karena perempuan di klaim sebagai mahluk yang kurang tegas, mahluk yang lemah, cengeng dan lain sebagainya. Sedangkan di sisi lain bagi mereka (aktivis perempuan), dengan adanya perempuan yang duduk dalam parlemen, maka akan mampu memperjuangkan suara-suara perempuan saat menentukan berbagai macam kebijakan khususnya kebijakan yang berkaitan langsung dengan keberadaan perempuan.
Yang jadi masalah adalah
Menurut hemat saya, perempuan saat ini memang perlu di ikut-sertakan dalam perpolitikan di Indonesia. Dengan adanya perempuan di parlemen, tidak ada lagi adanya dominasi atau asumsinya tidak ada lagi keputusan yang sepihak. Dalam hal ini, kalau yang sebelumnya keputusan hanya diambil dari pihak laki-laki saja, namun sekarang untuk menentukan suatu kebijakan itu perlu adanya suara-suara dari pihak perempuan.
Sedangkan yang masih menjadi pertanyaan dalam diri saya adalah : Apakah keberadaan perempuan di parlemen itu benar-benar akan mampu memperjuangkan suaranya, atau akan mampu menggunakan hak bicaranya ketika menentukan suatu kebijakan? Karena, ketakutan saya adalah perempuan-perempuan yang saat ini ngotot ingin masuk parlemen itu hanya karena pengaruh emosi. Emosi karena perempuan di klaim lemah, cengeng dan lain sebagainya. Semoga saja cara berfikir saya yang salah, dan semoga seluruh perempuan yang ada di Indonesia sudah tidak ada lagi yang menganggap bahwa dirinya lemah. Saya hanya sedikit mengingatkan, persoalan Gender tersebut bukan hanya laki-laki yang mempermasalahkan tetapi perempuan pun terkadang karena faktor lupa atau latah yang akhirnya kemudian menyebutkan bahwa “Kamu kan laki-laki, masa cengeng sih…”. Secara sadar ataupun tidak kalimat serupa sering dilontarkan baik oleh perempuan maupun laki-laki..
Share:
Counter Powered by  RedCounter

Pages

Popular Posts

About Me

Foto saya
Cirebon, Jawa Barat, Indonesia
Seorang Presiden di negara Republik Tinosia

Followers