"Sekedar umpatan dan teriakkanku yang semuanya tersimpan dalam barisan kata"

Rabu, 09 November 2011

Cerpen: Celana Abu-abu


Celana Abu-abu
Oleh : Achmad Saptono

Setengah terbenam mentari kala itu, menjemput lamunan tentang pagi. Arie yang sudah satu setengah bulan dinyatakan lulus SMA bangkit dari tempat tidurnya, kemudian bergegas  menuju kamar mandi. Ia langsung membasuh wajahnya dengan air yang ia kucurkan dari kendhi tempat menampung air wudhu. Setelah selesai membasuh wajah, ia kembali ke kamar untuk ganti pakaian. Usai istirahat tidur siang biasanya Arie memang sering main ke rumah teman sekelasnya, Bima. Bahkan sampai sekarang ia masih sangat akrab dengan Bima, sore ini Arie janjian dengan Bima tepat pukul 04 di rumah Bima akan pergi menengok Shanti yang dikabarkan sedang sakit. Shanti adalah teman perempuan yang juga satu kelas dengan mereka. Celana abu-abu dan kaos oblong/T-shirt, pakaian itu yang sering Arie kenakan ketika bermain setelah pulang sekolah dan setelah istirahat tidur siang.
ilustrasi
Dua pintu lemari pakaian sudah terbuka lebar, ia menjulurkan kepala ke dalam lemari, melongok dan memilih kira-kira pakaian apa yang akan dikenakan sore ini. Mengingat ia sudah tidak lagi berstatus sebagai siswa SMA, perasaan kurang percaya diri bercampur malu melekat dalam diri Arie. Sedangkan saat ia hendak mengenakan celana lain, menurutnya memang tidak ada celana yang pantas untuk ia kenakan selain celana abu-abu kesayangannya saat masih sekolah SMA. Celana panjang dengan model sama namun dengan varian warna yang bermacam-macam terlihat sangat rapih tersimpan di dalam lemari pakaiannya, tapi sama sekali tidak ia lirik, ia tidak tertarik untuk mengenakan celana-celana itu.
Saking lamanya ia memilih pakaian sampai-sampai ia lupa bahwasanya ia sudah janji akan datang ke rumah Bima pukul 4 sore ini, sedangkan jam beker di meja belajarnya sudah menunjukan pukul 05 sore. “astagaa... benarkah sekarang sudah jam 5? Cuma gara-gara memilih pakaian akhirnya aku gak bisa dateng tepat waktu. Sorry ya Bim...”, masih dengan mata yang sibuk memilih pakaian di dalam lemarinya, Arie mengakui kesalahan dalam hati.
Beberapa bulan yang lalu masih sangat nyaman saat ia mengenakan celana abu-abu, pergi kemana-pun ia seringkali megenakan celana itu. Tapi sekarang, celana abu-abu itu justru menjadi teror bagi pikiran Arie. “Kenapa dulu aku merasakan sangat nyaman bepergian dengan mengenakan celana itu? Padahal masih banyak celana dengan warna lain di lemariku, ada hitam, ada putih, biru dan sebagainya. Ah....”.
Sudah menunjukkan pukul 05 seperempat waktu di jam beker tempat tidur Arie, karena belum berani memilih celana lain akhirnya Arie pergi ke rumah Bima dengan mengenakan celana abu-abu. Dengan mengendarai motor matic Arie melaju dengan pasti menuju rumah Bima. “ning noong........ ning noooooong.....”, suara bel rumah Bima diiringi dengan suara nafas Arie yg terdengar tergesah-gesah. “Biiiimmaaaaa..........”, teriak Arie dari depan pintu. Saat itu rupanya Bima sedang di dapur meminum air putih. Mendengar suara Arie, Bima langsung menyahut dan menuju pintu, kemudian segera saja ia bukakan pintu untuk Arie. “iyaa Riiie... sebentaaarr.....”.
Sore hari di rumah Bima memang selalu sepi, kedua orang tuanya biasa bekerja sampai larut malam sebagai dokter dan suster di rumah sakit. Sedangkan ketiga adiknya di sore hari biasanya berkumpul di kamar lantai atas, ada yang nge-game, ada yang sedang belajar dan ada pula yang sedang menonton infotainment di televisi.
“Kreek...kraaak....”, suara pintu depan rumah Bima. Saat pintu terbuka, di depan pintu persis Arie berdiri tegak dengan wajah kaget dan terdiam menatap pakaian yang dikenakan Bima. “Riiie... Ariie.... hei... Kenapa bengong? Mau duduk dulu apa langsung berangkat kita??”. Tangan kanan Bima terlihat masih memegang daun pintu rumahnya, sementara Arie masih terdiam menatap celana jeans model pensil yang sedang dikenakan Bima. Usai menatap wajah Arie dan sempat melemparkan pertanyaan namun tidak ada jawaban dari Arie, Bima mengalihkan pandangan ke cuaca di sekitar rumahnya yang memang sudah semakin gelap, hampir masuk waktu maghrib. “Waah Riiee... sepertinya hari sudah gelap, mau masuk waktu maghrib. Gimana nih Riee? Kita jadi kan nengok Shanti?”.
Lima detik kemudian barulah Arie menjawab pertanyaan Bima, “eh iya Bim, Jadi dooong... Kamu bener mau nengok Shanti pake celana dan kemeja lengan panjang itu Bim? Keren bener....”. Sambil tersenyum langsung saja Bima menjawab pertanyaan sekaligus pernyataan dari Arie, “lhoh kenapa emangnya Rie? Aku udah lama kok gak pernah make celana abu-abu lagi. Masa abu-abu terus.... ganti dong warna yang tegas! Hehee... ”.
Tak berapa lama kemudian Arie langsung memberikan kunci motor matic-nya ke Bima, sebenernya tadi sebelum ke sini, aku juga sempet bingung Bim mau pake celana abu-abu ini apa enggak. Tapi yasudahlaah... ini kunci motorku Bim, kita ke rumah Shanti pake motorku aja ya...”. Wajah Arie masih tampak kebingungan, bibirnya sambil terus beucap lirih, “hitam....putih...hitam...putih...abu-abu... hitam.... kapan aku bisa memilih warna lain selain abu-abu?”.
 “tiiiiiiinn...tiiin-tiiiiiinnnn.....................”, tiba-tiba terdengar klakson motor Arie yang sengaja dibunyikan oleh Bima untuk memanggil Arie. “hei.. Ariee! Ayoo cepeet... malah kebanyakan nglamun, nglamunin apa sih?masih kepikiran celana? Hahaa”. Akhirnya mereka berdua melesat menuju rumah Shanti yang jaraknya kurang lebih 5 Km dari rumah Bima. Di sepanjang perjalanan, Bima ngobrol panjang lebar tentang Celana Abu-abu dengan Arie. “Ariiee.... Arieee.... sebenarnya aku juga sama sempat berpikir sepertimu sebelum aku memutuskan untuk menanggalkan pakaian abu-abuku. Dengan aku berpakaian seperti ini pasti orang yang melihatku beranggapan bahwa aku ini anak gaul, udah dewasa atau apalah itu terserah mereka menganggapnya, aku terima saja. Toh kenyataannya memang aku sudah tidak lagi menjadi siswa SMA yang pake abu-abu terus Riee...”, tiba-tiba Arie berteriak memotong ucapan Bima, “eh eh Bim!!... salah jalan.... harusnya tadi kita belok kanan masuk gang Manggis”. “oh iya, aku lupa Rie.. Sorry... okeee.. putar balik kita Rie! Hehe...”.
Setelah motor mereka masuk gang Manggis, Bima melanjutkan ucapannya yang sempat terhenti, “jadi, setiap pilihan itu pasti ada konsekuensi logisnya Rie... ya misalnya kaya tadi, kalo kita milih jalan lurus kan konsekuensinya kita bakalan Nyasar. Hehee... mmmm.. maksudku gini Rie, kalo menurutku daripada abu-abu terus ya mendingan sekarang kamu milih aja mau hitam apa putih atau warna yang lainnya! Dengan catatan tadi, harus siap dengan resikonya atau harus memilih dalam keadaan sadar dengan konsekuensi-konsekuensi yang akan dihadapi nantinya Rie”.
Sepanjang perjalanan bahkan sesampainya di rumah Shanti, Arie masih banyak berdiam diri. Kali ini yang ada di dalam pikirannya adalah, kalau warna abu-abu itu hasil perpaduan warna antara warna hitam dan putih, berarti warna abu-abu gak tegas dong? Belum lagi, masalahnya adalah saat ini aku udah gak jadi siswa SMA lagi, lagipula mungkin aku udah gak pantas dengan kostum abu-abu ini. Oke! Saatnya memilih dengan penuh kesadaran konsekuensi yang akan ditempuhnya!”. [ ]

“04 Nov 2011”
-Selesai-
Share:

2 komentar:

  1. Rata-rata celana abu temenku yang laki-laki sekarang udah jadi keset dapur loh.

    BalasHapus
  2. untung punyaku mah bermanfaat, aku kasih ke adik kelas. hehhee

    BalasHapus

Counter Powered by  RedCounter

Pages

Popular Posts

About Me

Foto saya
Cirebon, Jawa Barat, Indonesia
Seorang Presiden di negara Republik Tinosia

Followers